Minggu, 28 September 2025. Hari Minggu Biasa XXVI. Kitab Amos 6:1a.4-7; 1 Timotius 6:11-16; Lukas 16:19-31.

Oleh: Rd.Fidelis dua

SAUDARI-saudara terkasih dalam Kristus. Kita hidup di dunia yang serba darurat, di mana banyak orang membutuhkan pertolongan segera, tetapi betapa sering kita menutup mata. Kita sibuk menjaga kenyamanan diri sendiri, sementara ada sesama di depan mata yang menjerit meminta kasih. Ada orang miskin di jalanan, tetapi kita menimbang-nimbang sebelum membantu. Ada saudara yang sakit, tetapi kita masih sibuk mencari alasan untuk menunda.

Bahkan, sering kali kita membiarkan diri kita tinggal nyaman di zona kita sendiri: rumah yang aman, pekerjaan yang terjamin, lingkaran sosial yang menyenangkan. Namun, sesungguhnya di balik semua itu tersembunyi bahaya besar: ketika hati kita membeku dan belas kasih digantikan oleh perhitungan, kita sedang berjalan menuju kebinasaan yang abadi.

Saudari-saudara terkasih dalam Kristus, hari ini kita mesti terhentak. Nabi Amos mengguncang kita. Ia menegur orang Israel yang duduk tenang, makan daging pilihan, bernyanyi sambil berbaring di ranjang gading, seolah dunia hanya milik mereka. Tetapi Tuhan berkata: mereka akan menjadi buangan! Mengapa? Karena mereka menikmati kenyamanan pribadi, tanpa peduli pada keadilan sosial, tanpa hati bagi yang menderita. Inilah peringatan keras bahwa zona nyaman bisa berubah menjadi jebakan, bahkan menjadi awal kehancuran.

Demikian pula Paulus dalam suratnya kepada Timotius, berbicara dengan keras dan penuh semangat: “Hai engkau, manusia Allah, jauhilah semua kejahatan, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran, dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar, rebutlah hidup yang kekal.”

Baca juga:BUSA-H (Butiran Sabda Allah-Harian): Runtuhkan Tembok Pengaman Diri dengan Kasih 

Paulus mengingatkan kita bahwa hidup beriman bukan soal sebuah kenyamanan, melainkan ikhtiar perjuangan yang menuntut arah hati yang jelas, yakni meninggalkan egoisme dan bertanding mengejar kasih. Dalam hal ini kita sedang berjuang untuk menjadi manusia Allah yang bukan hidup untuk diri sendiri, tetapi hidup bagi Allah dan sesama.

Saudari-saudara terkasih dalam Kristus, hidup kita selalu penuh kontras, ada dua sisi yang tak terhindarkan. Penginjil Lukas menyingkapkan kontras itu melalui perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang kaya dan Lazarus. Orang kaya itu tidak tampak jahat: ia tidak memukul Lazarus, tidak mengusir, tdan idak menghina dia. Ia hanya tidak peduli. Ia sibuk dengan dirinya sendiri, pesta pora, dan kemewahan pakaiannya.

Sementara Lazarus terbaring di gerbangnya: lapar, sakit, dan terabaikan. Yang kaya memilih menutup mata. Namun, ketika kematian datang, segalanya berbalik: Lazarus dipeluk dalam pangkuan Abraham, sedangkan orang kaya terpuruk dalam api penderitaan.

Meskipun ini hanyalah sebuah perumpamaan, perumpamaan ini mengungkapkan realitas manusia yang terbagi: ada yang kaya dan yang miskin, yang berkuasa dan yang tertindas, yang berkelimpahan dan yang membutuhkan, mereka yang berada di dalam dan mereka yang berada di luar.

Baca juga:BUSA-H (Butiran Sabda Allah-Harian): Kerja Keras yang Melahirkan Kedamaian 

Perumpamaan ini juga menyingkapkan satu kebenaran pahit: sering kali kita tidak berdosa karena berbuat jahat, melainkan karena tidak berbuat baik. Kita melihat tetapi tidak bergerak, kita tahu tetapi tidak peduli. Kita terjebak pada dunia ‘dalam’ yang nyaman, tanpa membuka hati bagi mereka yang ‘di luar.’

Saudari-saudara terkasih, betapa kita hari ini mesti benar-benar terhentak dan sadar: peringatan Nabi Amos tentang bahaya hidup dalam kemewahan tanpa peduli harus menggedor nurani kita, agar kita segera peduli dan berbagi, tanpa banyak alasan.

Demikian pula, suara tegas Rasul Paulus mendesak kita untuk siap bertanding dalam iman mengejar kasih, kesetiaan, dan kelembutan. Dan kontras hidup yang tajam dalam perumpamaan Yesus membuka mata kita untuk melihat bahwa orang kaya itu binasa bukan karena jahat, tetapi karena hatinya tertutup.

Maka marilah kita berani membongkar tembok zona nyaman kita. Hidup bukan diukur dari berapa banyak yang kita kumpulkan, melainkan dari seberapa besar kasih yang kita berikan. Jangan biarkan Lazarus-Lazarus di sekitar kita yang lapar, sakit, miskin, tersisih, hanya terbaring di ‘gerbang’ hidup kita.

Baca juga:BUSA-H (Butiran Sabda Allah-Harian); Berjalan dengan Hati yang Bebas

Sebab setiap kali kita menutup hati, kita sesungguhnya menutup pintu bagi Allah sendiri. Tetapi setiap kali kita mengulurkan tangan, kita sedang menyentuh tangan Allah yang lebih dahulu mengasihi kita.
Beranilah meninggalkan zona nyaman, karena zona nyaman hanyalah ilusi yang meninabobokan jiwa. Hanya kasih yang berani keluar dari diri sendirilah yang memimpin kita menuju hidup kekal.

Petikan Butiran Sabda hari ini:

“Hidup ini terlalu singkat untuk hanya memikirkan diri sendiri. Hidup ini baru berarti ketika hati kita terbuka bagi yang menderita.”

“ Zona nyaman hanyalah ilusi yang meninabobokan jiwa; kasih yang berani keluar dari diri sendiri adalah jalan menuju hidup kekal.”

Tuhan memberkati kita.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan