Pengibar Bendera Pusaka Tak Malu Jual Nasi Kuning, Jagung Rebus dan Ojek  

Magdalena Yuliana, ibunda Paulus Gregorius Afrizal, menangis menceritkan kehidupan rumah tangganya, Selasa 12 Agustus 2025. (dewadet.com/eginius moa).

MAUMERE,dewadet.com-Terlahir sebagai sulung dari enam bersaudara, Paulus Gregorius Afrizal (17) sejak masa kecil sudah merasakan beban di pundak ibunda Magdalena Yuliana.

Sang ayah yang semula hidup serumah telah tinggalkan mereka berenam. Semua itu sudah berlalu beberapa tahun, Beban hidup seluruhnya beralih menjadi tanggungjawab mama yang hanya ibu rumah tangga.

Afril yang masih remaja harus turut menanggung beban ibu. Bekerja apa saja agar bisa meringankan beban ibu menafkahi enam perut anaknya.

Menjual makanan ringan bukan hal baru bagi Afril. Ketika pandemi Covid-19 melanda seantero jagat pada akhir tahun 2019, Afril yang masih duduk di bangku sekolah dasar menjajakan es dan bakso tusuk.

“Saya juga terjangkit Covid-19. Saya tidak bisa kemana-mana. Hanya di dalam rumah saja. Saya tidak berani pergi berobat,  berarti saya akan dikarantina. Susah nanti Afril dan adik-adiknya,” kisah Magdalena Yuliana, ibu Afril, Selasa siang 12 Agustus 2025 di kediaman Gang Flamboyan, Kelurahan Kota Beru, Kota Maumere.

Baca juga; Berkah Jual Kompor Minyak untuk Periksa Kesehatan, Kisah Paskibraka Nasional dari Maumere

“Dia dengan adiknya, Aditya yang jual es dan bakso tusuk di ujung jalan aspal di dekat tempat kos kami di Misir. Lumayan sehari bisa sampai Rp 100 ribu. Dia dengan adiknya yang beri makan saya dan adik-adiknya.”

Usaha itu terus ditekuni ketika dia masuk SMPN Alok, Afril setia membantu ibu menjual bakso tusuk, nasi kuning, dan nasi merah ketika mereka telah menempati rumah sendiri di Gang Flamboyan. Tempat tetap jualan di bawah naungan pohon Ketapang depan Asrama Kodim Sikka di Jalan Soekarno Hatta.

Bukan hanya menjual, Afril dan Aditya berbagi tugas. Setiap sore, Afril ke Pasar Wuring belanja ikan dan bumbu dapur untuk dijadikan lauk nasi kuning dan nasi merah.

Ketika malam ikan digoreng dan bumbu-bumbu disiapkan. Afril dan Aditya akan bangun pukul 04.00 Wita menanak nasi kuning,  nasi merah dan menyiapkan lauk. Bila semua sudah disiapkan, mama Magdalena akan mengantar Afril ke SMAK Frater Maumere, Aditya ke SMK Budi Luhurm, dan adik-adiknya ke SDK Yos Sudarso, kemudian membawa makan dijualnya.

Baca juga: Afrizal dari Sikka dan Merlin asal Alor Wakili NTT Kibarkan Bendera Pusaka di Istana Merdeka

“Sekali masak modal sekitar Rp 500 ribu untuk belanja semua kebutuhan. Jika semua dagangan laku, omset lumayan sekitar Rp 800- Rp 1 juta diputar lagi dan belanja kebutuhan anak-anak ,” kata Magdalena.

Tapi, beberapa bulan belakangan, jualan nasi berhenti. Dia tak diperbolehkan menjajakan makanan dibawah pohon Ketapang depan Kodim Sikka, akhirnya beralih menjual bakso tusuk.

Magdalena menjajaki lokasi baru milik SMK St, Gabriel berhadapan Asrama Kodim. Harga kontrak Rp 3,5 juta pertahun sangat berat baginya. Dia juga tak punya etalase, meja dan kursi.

“Kalau nanti sudah ada modal, saya mungkin akan cari tempat. Kalau tidak jualan dapat uang dari mana, kebutuhan anak-anak makin banyak,” keluh Magdalena.

Baca juga: Siswa SMAK Frater Maumere Terpilih Kibarkan Bendera Pusaka di Istana Negara

Magdalena dan anak-anaknya juga menggantungkan kesempatan mendapat uang dari arena ‘car free night’ setiap Sabtu malam di Jalan El Tari Maumere. Bila menjelang akhir pekan, mereka menjual sekiar 100 buah jagung rebus yang dibeli seharga Rp 500 ribu dari Waigete. Semalam jualan, bisa meraup hingga Rp 1 juta.

“Afril dan Aditya yang pergi jual. Kalau rasa lapar, Afril tidak akan makan jagung rebus jualan. Adiknya sampai marah-marah,” kata Magdalena.

Tak hanya tertib dengan makanan dagangan, kata Magdalena, semua uang hasil jualan diserahkan utuh kepadanya. Kebiasaan itu sudah berlangsung sejak dia mulai membantu menjual.

Bila keuangan sangat menipis, Magdalena sering menjalani ojek sepeda motor. Kadangkala ia ojek sambil mengapit balita perempuan usia sembilan bulan di dalam kain ketika tetangga yang selama ini sering menbantu menjaga baliya berhalangan.

Baca juga: Karnaval HUT Kemerdekaan Dipungut Rp 5 Ribu Perorang, Kadis Kominfo Sikka: Bukan Pungli Tapi Edukasi

“Ojek masih jalan sampai sekarang, anak saya titip di tetangga. Afri sudah tahu sampai sekarang mamanya masih ojek. Afril juga sering ojek kalau dia ke sekolah bawa sepeda motor, Uang ojek yang dia dapat diserahkan semua kepada saya,” imbuh Magadalena.

Afril kini berada di Jakarta menyiapkan diri bersama 76 anggota pasukan Pengibar Bendera Pusaka dalam HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Hanya inilah gantungan mereka memperoleh pendapatan menyambung hidup.  *

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan